BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi
Batu kandung
kemih adalah batu yang tidak normal di dalam saluran kemih yang mengandung
komponen kristal dan matriks organik tepatnya pada vesika urinari atau kandung
kemih. Batu kandung kemih sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat atau
fosfat ( Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D. Sp. And dan dr. Hendra Utama, SPFK, 2001 ).
Batu vesika
urinaria terutama mengandung kalsium atau magnesium dalam kombinasinya dengan
fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya. (Brunner and Suddarth, 2001).
B. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pembentukan batu kandung kemih adalah :
1.
Faktor
Endogen
Faktor genetik, familial, pada
hypersistinuria, hyperkalsiuria dan hiperoksalouria.
2.
Faktor
Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan,
makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air minum
3.
Faktor
lainnya
Infeksi, stasis dan obstruksi urine,
keturunan, air minum, pekerjaan, makanan atau penduduk yang vegetarian lebih
sering menderita batu saluran kencing atau buli-buli (Syaifuddin,1996).
Batu kandung
kemih dapat disebabkan oleh kalsium oksalat atau agak jarang sebagai kalsium
fosfat. Batu vesika urinaria kemungkinan akan terbentuk apabila dijumpai satu
atau beberapa faktor pembentuk kristal kalsium dan menimbulkan agregasi
pembentukan batu proses pembentukan batu kemungkinan akibat kecenderungan
ekskresi agregat kristal yang lebih besar dan kemungkinan sebagai kristal
kalsium oksalat dalam urine. Dan beberapa medikasi yang diketahui menyebabkan
batu ureter pada banyak klien mencakup penggunaan obat-obatan yang terlalu lama
seperti antasid, diamox, vitamin D, laksatif dan aspirin dosis tinggi (Prof.
Dr. Arjatmo T. Ph. D.Sp. And. Dan dr. Hendra U., SpFk, 2001).
Menurut
Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin
dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme
kalsium).
C. Patofisiologi
Penyebab
spesifik dari batu kandung kemih adalah bisa dari batu kalsium oksalat dengan
inhibitor sitrat dan glikoprotein. Beberapa promotor (reaktan) dapat memicu
pembentukan batu kemih seperti asam sitrat memacu batu kalsium oksalat. Aksi
reaktan dan intibitor belum di kenali sepenuhnya dan terjadi peningkatan
kalsium oksalat, kalsium fosfat dan asam urat meningkat akan terjadinya batu
disaluran kemih. Adapun faktor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu
kandung kemih, mencangkup infeksi saluran ureter atau vesika urinari, stasis
urine, priode imobilitas dan perubahan metabolisme kalsium. Telah diketahui
sejak waktu yang lalu, bahwa batu kandung kemih sering terjadi pada laki-laki
dibanding pada wanita, terutama pada usia 60 tahun keatas serta klien yang
menderita infeksi saluran kemih. ( Brunner and Suddarth. 2001 )
Kelainan
bawaan atau cidera, keadan patologis yang disebabkan karena infeksi,
pembentukan batu disaluran kemih dan tumor, keadan tersebut sering menyebabkan
bendungan. Hambatan yang menyebabkan sumbatan aliran kemih baik itu yang
disebabkan karena infeksi, trauma dan tumor serta kelainan metabolisme dapat
menyebabkan penyempitan atau struktur uretra sehingga terjadi bendungan dan
statis urin. Jika sudah terjadi bendungan dan statis urin lama kelamaan kalsium
akan mengendap menjadi besar sehingga membentuk batu (Sjamsuhidajat dan Wim de
Jong, 2001:997).
Proses
pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian
dijadikan dalam beberapa teori (Soeparman, 2001:388):
1.
Teori
Supersaturasi
Tingkat kejenuhan komponen-komponen
pembentuk batu ginjal mendukung terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak
menetap menyebabkan terjadinya agregasi kristal dan kemudian menjadi batu.
2.
Teori
Matriks
Matriks merupakan mikroprotein yang
terdiri dari 65 % protein, 10 % hexose, 3-5 hexosamin dan 10 % air. Adanya
matriks menyebabkan penempelan kristal-kristal sehingga menjadi batu.
3.
Teori
Kurangnya Inhibitor
Pada individu normal kalsium dan
fosfor hadir dalam jumlah yang melampaui daya kelarutan, sehingga membutuhkan
zat penghambat pengendapan. fosfat mukopolisakarida dan fosfat merupakan
penghambat pembentukan kristal. Bila terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah
terjadi pengendapan.
4.
Teori
Epistaxy
Merupakan pembentuk batu oleh
beberapa zat secara bersama-sama. Salah satu jenis batu merupakan inti dari
batu yang lain yang merupakan pembentuk pada lapisan luarnya. Contoh ekskresi
asam urat yang berlebih dalam urin akan mendukung pembentukan batu kalsium
dengan bahan urat sebagai inti pengendapan kalsium.
5.
Teori
Kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari
bermacam-macam teori diatas
Faktor Predisposisi:
a.
Riwayat
pribadi tentang batu kandung kemih dan saluran kemih
b.
Usia dan
jenis kelamin
c.
Kelainan
morfologi
d.
Pernah mengalami
infeksi saluran kemih
e.
Makanan yang
dapat meningkatkan kalsium dan asam urat
f.
Adanya
kelainan pada ginjal dan saluran kemih
g.
Masukan
cairan kurang dari pengeluaran
h.
Profesi
sebagai pekerja keras
i.
Penggunaan
obat antasid, aspirin dosis tinggi dan vitamin D terlalu lama. ( Brunner and
Suddart, 2001 ).
D. Manifestasi Klinik
Ketika batu
menghambat dari saluran urin, terjadi obstruksi, meningkatkan tekanan
hidrostatik. Bila nyeri mendadak terjadi akut disertai nyeri tekan disaluran
osteovertebral dan muncul mual muntah maka klien sedang mengalami episode kolik
renal. Diare, demam dan perasaan tidak nyaman di abdominal dapat terjadi.
Gejala gastrointestinal ini akibat refleks dan proxsimitas anatomik ginjal
kelambung, pangkereas dan usus besar. Batu yang terjebak dikandung kemih
menyebabkan gelombang nyeri luar biasa, akut dan kolik yang menyebar kepala
obdomen dan genitalia. Klien sering merasa ingin kemih, namun hanya sedikit
urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi batu gejala
ini disebabkan kolik ureter. Umumnya klien akan mengeluarkan batu yang
berdiameter 0,5 sampai dengan 1 cm secara spontan. Batu yang berdiameter lebih
dari 1 cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat dikeluarkan
secara spontan dan saluran urin membaik dan lancar. ( Brunner and Suddarth.
2001).
E. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada klien batu kandung kemih adalah :
a.
Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap.
Warna kuning, coklat atau gelap.
b.
Foto KUB
Menunjukkan ukuran ginjal ureter dan ureter,
menunjukan adanya batu.
c.
Endoskopi
ginjal
Menentukan pelvis ginjal, mengeluarkan batu yang
kecil.
d.
EKG
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
e.
Foto Rontgen
Menunjukan adanya di dalam kandung
kemih yang abnormal.
f.
IVP ( intra
venous pylografi ) :
Menunjukan perlambatan pengosongan
kandung kemih,membedakan derajat obstruksi kandung kemih divertikuli kandung
kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.
g.
Vesikolitektomi
( sectio alta ):
Mengangkat batu vesika urinari atau
kandung kemih.
h.
Litotripsi
bergelombang kejut ekstra korporeal.
Prosedur menghancurkan batu ginjal
dengan gelombang kejut.
i.
Pielogram
retrograd
Menunjukan abnormalitas pelvis
saluran ureter dan kandung kemih.
Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih pada klien. ( Tjokro, N.A, et al. 2001)
Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih pada klien. ( Tjokro, N.A, et al. 2001)
F. Penatalaksanaan Medik
Cara yang
biasanya digunakan untuk mengatasi batu kandung kemih (Arif Mansjoer,
et.al.2000) adalah :
a.
Vesikolitektomi
atau secsio alta.
b.
Litotripsi
gelombang kejut ekstrakorpureal.
c.
Ureteroskopi,
Nefrostomi.
G. Komplikasi
Adapun komplikasi dari batu kandung
kemih ini adalah :
a.
Hidronefrosis
Adalah
pelebaran pada ginjal serta pengisutan jaringan ginjal, sehingga ginjal
menyerupai sebuah kantong yang berisi kemih, kondisi ini terjadi karena tekanan
dan aliran balik ureter dan urine ke ginjal akibat kandung kemih tidak mampu
lagi menampung urine. Sementara urine terus-menerus bertambah dan tidak bisa
dikeluarkan. Bila hal ini terjadi maka, akan timbul nyeri pinggang, teraba
benjolan basar didaerah ginjal dan secara progresif dapat terjadi gagal ginjal.
b.
Uremia
Adalah
peningkatan ureum didalam darah akibat ketidak mampuan ginjal menyaring hasil
metabolisme ureum, sehingga akan terjadi gejala mual muntah, sakit kepala,
penglihatan kabur, kejang, koma, nafas dan keringat berbau urine.
c.
Pyelonefritis
Adalah
infeksi ginjal yang disebabkan oleh bakteri yang naik secara assenden ke ginjal
dan kandung kemih. Bila hal ini terjadi maka akan timbul panas yang tinggi
disertai mengigil, sakit pinggang, disuria, poliuria, dan nyeri ketok kosta
vertebra.
d.
Gagal ginjal
akut sampai kronis
e.
Obstruksi
pada kandung kamih
f.
Perforasi
pada kandung kemih
g.
Hematuria
atau kencing darah
h.
Nyeri
pingang kronis
i.
Infeksi pada
saluran ureter dan vesika urinaria oleh batu (Soeparman, et.al. 1960)
H. Konsep Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Anamnesa
1)
Identitas
Klien
Meliputi nama klien, tempat tanggal
lahir, jenis kelamin, agama/suku, warga negara, bahasa yang digunakan,
pendidikan, pekerjaan, alamat rumah.
2)
Data Medik
Dikirim oleh siapa dan diagnosa
medik saat masuk maupun saat pengkajian.
3)
Keluhan
Utama
Frekuensi berkemih yang meningkat,
urine yang masih menetes setelah berkemih, merasa tidak puas setelah berkemih,
sering berkemih pada malam hari, penurunan kekuatan, dan ukuran pancaran urine,
mengedan saat berkemih, tidak dapat berkemih sama sekali, nyeri saat berkemih,
hematuria, nyeri pinggang, peningkatan suhu tubuh disertai menggigil, penurunan
fungsi seksual, keluhan gastrointestinal seperti nafsu makan menurun,
mual,muntah dan konstipasi.
4)
Pemeriksaan
Fisik
a)
Status
Kesehatan Umum
Meliputi kedaan penyakit, tingkat
kesadaran,suara bicara dan tanda-tanda vital.
b)
Kepala
Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana bentuknya, apakah terdapat masa bekas terauma pada kepala, bagaimana keadaan rambut klien.
Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana bentuknya, apakah terdapat masa bekas terauma pada kepala, bagaimana keadaan rambut klien.
c)
Muka
Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema, apakah terdapat paralysis otot muka dan otot rahang.
Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema, apakah terdapat paralysis otot muka dan otot rahang.
d)
Mata
Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda, bentuk alis mata, kelopak mata, kongjungtiva, sclera, bola mata apakah ada kelainan, apakah daya penglihatan klien masih baik.
Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda, bentuk alis mata, kelopak mata, kongjungtiva, sclera, bola mata apakah ada kelainan, apakah daya penglihatan klien masih baik.
e)
Telinga
Bentuk kedua telinga simetris atau
tidak, apakah terdapat sekret, serumen dan benda asing, membran timpani utuh
atau tidak, apakah klien masih dapat mendengar dengan baik.
f)
Hidung
Apakah terjadi deformitas pada hidung klien, apakah settum terjadi diviasi, apakah terdapat secret, perdarahan pada hidung, apakah daya penciuman masih baik.
Apakah terjadi deformitas pada hidung klien, apakah settum terjadi diviasi, apakah terdapat secret, perdarahan pada hidung, apakah daya penciuman masih baik.
g)
Mulut Faring
Mulut dan Faring, apakah tampak kering dan pucat, gigi
masih utuh, mukosa mulut apakah terdapat ulkus, karies, karang gigi, otot lidah
apakah masih baik, pada tonsil dan palatum masih utuh atau tidak.
h)
Leher
Bentuk leher simetis atau tidak, apakah terdapat kaku kuduk, kelenjar limfe terjadi pembesaran atau tidak.
Bentuk leher simetis atau tidak, apakah terdapat kaku kuduk, kelenjar limfe terjadi pembesaran atau tidak.
i)
Dada
Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung.
Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung.
j)
Abdomen
Bentuk abdomen apakah membuncit, datar, atau penonjolan setempat, peristaltic usus meningkat atau menurun, hepar dan ginjal apakah teraba, apakah terdapat nyeri pada abdomen.
Bentuk abdomen apakah membuncit, datar, atau penonjolan setempat, peristaltic usus meningkat atau menurun, hepar dan ginjal apakah teraba, apakah terdapat nyeri pada abdomen.
k)
Inguinal
/Genetalia/ anus
Apakah terdapat hernia, pembesaran
kelejar limfe, bagaimana bentuk penis dan scrotum, apakah terpasang keteter
atau tidak, pada anus apakah terdapat hemoroid, pendarahan pistula maupun
tumor, pada klien vesikollitiasis biasanya dilakukan pemeriksaan rectal toucer
untuk mengetahuan pembesaran prostat dan konsistensinya.
l)
Ekstermintas
Apakah pada ekstermitas bawah dan atas terdapat keterbatasan gerak, nyeri sendi atau edema, bagaimana kekuatan otot dan refleknya
Apakah pada ekstermitas bawah dan atas terdapat keterbatasan gerak, nyeri sendi atau edema, bagaimana kekuatan otot dan refleknya
b.
Pemeriksaan Diagnosis
BNO (Blass
Nier Overzicht) untuk mengetahui pembesaran prostat, kandung kemih dan kelainan
ginjal.
c.
Hasil Penelitian Laboratorium dan
diagnostic
1.
Peningkatan
sel darah Putih, Ureum, dan kretinin.
2.
Kultur Urin
ditemukan adanya kuman penyebab infeksi.
3.
Pemeriksaan
HB, waktu pendarahan dan pembekuan, golongan darah sebagai persiapan
preoperasi.
d.
Potensial Komplikasi
Hiponatrium dilusi akibat
Transuretal Resection Prostat (TURP), infeksi, komplikasi sirkulasi termasuk
testis, hydrokel, syok, retensi urine akut, ileus para litikum, abses,
peningkatan suhu tubuh, dan nyeri pada saat berjalan.
e.
Penatalaksanaan Medis
Obsevasi
tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu secara rutin pasca operasi, analgesik,
antispasmodic, antibiotik, irigasi kadung kemih kontinu, irigasi kandung kemih
intermiten, terapi iv parenteral.
f.
Diagnosa Keperawatan Post Operatif
Vesikolitektomi
1.
Perubahan
eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi bedah, tekanan dan mitasi kateter/
badan.
2.
Resiko
tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan
mengontrol pendarahan, pembatasan pemasukan pra-operasi.
3.
Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap :
prosedur bedah, prosedur alat invasif, alat selama pembedahan kateter, irigasi
kandung kemih.
4.
Gangguan
rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, refleks
spasme otot : prosedur bedah dan atau tekanan dari balon kandung kemih.
5.
Resiko
tinggi terhadap komplikasi, hipovolemik berhubungan dengan perdarahan sekunder
terhadap vesikolitektomi atau sectia alta.
6.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan salah interpretasi informasi tidak mengenal sumber sumber informasi.
g.
Perencanaan Keperawatan Post
Operatif
1.
Perubahan eliminasi urine
berhubungan dengan obstruksi mekanikal: bekuan darah, edema, trauma, prosedur
bedah, tekanan dan iritasi kateter atau balon.
v Tujuan :
Klien menunjukan kemajuan eliminasi
urine yang jernih.
v Kriteria evaluasi :
1.
Berkemih
dengan adekuat tanpa bukti distensi kandung kemih.
2.
Jumlah
residu urine kurang dari 50 ml.
Mandiri: :
1.
Mengkaji
haluaran urine dan system kateter atau drainase, khususnya selama irigasi
kandung kemih.
2.
Perhatikan
waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran urine di urine bag.
3.
Dorong
pasien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dari 2-4 jam per
protocol.
4.
Dorong
pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi. Batasi cairan pada malam hari
setelah kateter dilepas.
5.
Retensi
dapat terjadi karena edema area bedah,bekuan darah, dan spasma kandung kemih
(Doenges, 2000).
6.
Urine yang
tertampung harus seimbang atau tidak jauh berbeda dengan pemasukan cairan.
(Doenges, 2000).
7.
Berkemih
dengan dorongan mencegah retensi urine.Keterbatasan berkemih untuk tiap 4 jam
meningkatkan tonus kandung kemih dan membantu latihan ulang kandung kemih
(Doenges, 2000).
8.
Mempertahankan
hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk kelainan urine, penjadwalan, masukan
cairan menurunkan kebutuhan berkemih/ gangguan tidur selama malam hari
(Doenges, 2000).
Kolaborasi: :
1.
Pertahankan
irigasi kandung kemih kontinyu sesuai indikasi pada periode pasca operasi dini.
2.
Mencuci
kandung kemih dari bekuan darah dan debris untuk mempertahankan patensi kateter
atau aliran urine (Doenges, 2000).
2.
Resiko tinggi terhadap kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan
pemasukan pre operasi.
v Tujuan :
Kebutuhan cairan klien terpenuhi.
v Kriteria evaluasi :
1.
Tanda-tanda
vital stabil.
2.
Pengisian
kapiler baik.
3.
Membran
mukosa lembab.
4.
Menunjukan
tak ada perdarahan aktif.
Mandiri: :
1.
Awasi
pemasukan dan pengeluaran.
2.
Inspeksi
balutan atau luka drain. Timbang balutan bila di indikasikan, perhatikan
pembentukan hematoma.
3.
Evaluasi
warna, konsistensi urine. Contoh: merah terang dengan bekuan merah.
4.
Awasi
tanda-tanda vital, peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah,
diafrosis, pucat, perlambatan pengisian kapiler dan membran mukosa kering.
5.
Indicator
keseimbangan cairan dan kebutuhan pengantian. Pada irigasi kandung kemih, awasi
pentingnya perkiraan kehilangan darah dan secar akurat mengkaji haluaran urine.
(Doenges, 2000).
6.
Perdarahan
dapat dibuktikan atau disingkirkan dalam jaringan perineum (Doenges, 2000).
7.
Biasanya
mengindikasikan perdarahan arterial dan memerlukan terapi cepat. (Doenges,
2000).
8.
Dehidrasi/
hipovolimia memerlukan intervensi cepat untuk mencegah berlanjut ke syok (
Doenges,2000 ).
9.
Berguna
dalam evaluasi kehilngan darah atau kebutuhan pengantian kebutuhan (Doenges,
2000).
Kolaborasi:
1.
Awasi
pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi. Contoh : Hb/Ht, jumlah sel darah
merah.
3.
Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap prosedur bedah, prosedur
alat invasife alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih.
v Tujuan :
Tidak terjadi infeksi selama pemasangan kateter dan retensi urine.
Tidak terjadi infeksi selama pemasangan kateter dan retensi urine.
v Kriteria evaluasi :
1.
Tidak
terdapat tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, nyeri bertambah, luka berbau).
2.
Warna urine
jernih, dan tidak berbau.
3.
Suhu dalam
batas normal (36.5-37.5° ).
Mandiri:
1.
Pertahankan
system kateter steril : berikan perawatan kateter regule dengan sabun dan air,
berikan salep antibiotik disekitarsisi kateter.
2.
Ambulasi
dengan kantung drainase dependen.
3.
Awasi tanda
vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan cepat, gelisah,
peka, disorientasi.
4.
Observsi
drainase dari luka supra pubik dan foley kateter.
5.
Mencegah
pemasukan bakteri dan infeksi / sepsis lanjut.
(Doenges, 2000, hal.682).
(Doenges, 2000, hal.682).
6.
Menghindari
refleks balik urine,yang dapat memasukan bakteri kedalam kandung kemih.
(Doenges, 2000, hal. 682).
(Doenges, 2000, hal. 682).
7.
Pasien yang
mengalami sistoskopi atau TUR prostat berisiko untuk syok bedah septic sehubungan
dengan meanipulasi/ instrumentasi.
(Doenges, 2000, hal. 682).
(Doenges, 2000, hal. 682).
8.
Adanya
drain, insisi suprapubik meningkatkan risiko untuk infeksi, yang di indikasikan
dengan eritemia, drainase purulen. ( Doenges, 2000).
Kolaborasi:
1.
Berikan
antibiotik sepalosporin, misalnya: cetroxone sesuai program medis.
2.
Mungkin
diberikan secara profilaksis sehubungan dengan peningkatan resiko infeksi pada
vesikolitotomi. (Doenges, 2000).
4.
Gangguan rasa nyaman: nyeri
berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, refleks spasme otot: prosedur
dan atau tekanan dari balon kandung kemih.
v Tujuan :
Rasa nyeri berkurang atau hilang
setelah diberikan perawatan.
v Kriteria Evaluasi :
1.
Klien
mengatakan nyeri berkurang.
2.
Raut muka
tampak rileks.
3.
Skala nyeri
berkurang 0-4.
Mandiri:
1.
Kaji nyeri,
perhatikan loksi, intensitas (skala 0-10).
2.
Pertahankan
patensi kateter dan sistemdrainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan
bekuan.
3.
Tingkatkan
pemasukan cairan 3000 ml / hari sesuai toleransi.
4.
Berikan
tindakan kenyamanan dan aktivitas terapeutik. Dorong penggunaan tekhnik
relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi, pedoman imajinasi.
5.
Nyeri tajam,
intermiten dengan dorongan berkemih / pasase urine sekitar kateter menunjukan
spasme kandung kemih, yang cendrung lebih berat pada pendekatan suprapubik atau
TUR (Doenges, 2000).\Mempertahankan fungsi kateter dan system drainase,
menurunkan resiko distensi / spasme kandung kemih (Doenges, 2000).
6.
Menurunkan
iritasi dengan mempertahankan aliran cairan konstan kedalam mukosa kandung
kemih (Doenges, 2000).
7.
Menurunkan
tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat meningkatkan kamampuan
koping. (Doenges, 2000).
Kolaborasi:
1.
Berikanobat
sesuai instruksi untuk nyeri dan spasme.
Obat anti spasmodic mencegah spasme
kandung kemih. Obat analgesik mengurangi nyeri insisi (Capernito, 1999).
5.
Resiko terhadap komplikasi
hipovolemik berhubungan dengan perdarahan sekunder terhadap vesikolitotomi/
section alta.
v Tujuan :
Tidak tampak tanda-tanda komplikasi.
v Kriteria Evalusi :
Tidak ada perdarahan, infeksi, dan
inkontinensia urine.
Mandiri: :
Mandiri: :
1.
Pantau:
a.
Tekanan
darah, nadi, dan pernafasan tiap 24 jam.
b.
Masukan dan
haluaran tiap 8 jam.
c.
Warna urine.
2.
Sediakan
diet makan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan defekasi jika ada
riwayat konstipasi.
3.
Pastikan
masukan cairan setiap hari paling sedikit 2-3 liter tanpa ada kontraindikasi.
4.
Lakukan
kewaspadaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien, gunakan
sarung tangan ketika kontak dengan darah atau cairan yang keluar dari tubuh
pasien) pada semua prosedur tindakan keperawatan.
5.
Deteksi awal
terhadap komplikasidengan intervensi yang tepat dapat mencegah kerusakan
jaringan yang permanen. (Engram, 1999).
6.
Dengan
peningkatan penekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan.
(Engram, 1999).
7.
Cairan
membantu mendistribusikan obat-obatan keseluruh tubuh. Resikoterjadi ISK
dikurangi bila aliran urine encer konstan dipertahankan melalui ginjal.
(Engram, 1999).
8.
Pemberian
perawatan menjadi penyebab terbesar infeksi nosokomial. Kewaspadaan umum
melindungi pemberian perawatan dan pasien. (Engram, 1999).
Kolaborasi :
1.
Berikan
terapi antibiotik dan mengevaluasi efektivitas obat.
2.
Antibiotik
diperlukan untuk mencegah dan mengatasi infeksi. (Engram, 1999).
6.
Kurang pengetahuan tentang kondisi,
proknosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interprestasi.
v Tujuan:
Klien dan keluarga kliean mengerti
secara umum penyakitnya.
v Kriteria Evaluasi :
Klien dan keluarga dapat menjelaskan
secara sederhana tentang proses penyakit, pencegahan, dan pengobatannya.
Mandiri:
1.
Kaji
implementasi prosedur harapan masa depan.
2.
Tekankan
perlunya nutrisi yang baik : dorong konsumsi buah, meningkatkan diet tinggi
serat.
3.
Diskusikan
pembatasan aktivitas awal, contoh: menghindari mengangkat berat, latihan keras,
duduk/ mengendarai mobil terlalu lama, memanjat lebih dari dua tingkat tangga
sekaligus.
4.
Dorong
kesinambungan latihan perineal.
5.
Instruksikan
perawatan kateter urin bila ada identifikasi sumber alat atau dukungan.
6.
Memberikan
dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihn informasi. (Doenges,
2000).
7.
Meningkatkan
penyembuhan dan mencegah komplikasi, menurunkan resiko perdarahan pasca
operasi. (Doenges, 2000 ).
8.
Penimgkatan
tekanan abdominal/ meregangkan yang menempatkan stress pada kandung kemih dan
prostat, menimbulkan resikoperdarahan. (Doenges, 2000)
9.
Membantu
kontrol urinaria dan menghilangkan inkontinesia. (Doenges, 2000).
10.
Meningkatkan
kemandirian dan kompetensi dalam perawatan diri. (Doenges, 2000).
2.
Perencanaan Pulang
a.
Diet tinggi
kalori dan protein yakni nasi, telur, daging, susu, dan lain-lain untuk tenaga
dan proses penyembuhan.
b.
Diet minum
banyak air putih 3000 cc / hari dan hindari minum kopi,alcohol dan yang bersoda
serta makanlah makanan yang banyak mengandung serat.
c.
Mendorong
klien agar tidak melakukan pekerjaan yang berat, buang air kecil yang teratur
dan mendorong klien dalam mematuhi program pemulihan kesehatan dan minum obat
sesuai dengan pesanan dokter.
d.
Memberikan
penjelasan mengenai pengertian, penyebab, tanda-tanda dan gejala
penatalaksanaan dan kompliksi penyakit.
e.
Rencana
kontrol ulang uktuk mengetahui perkembangan pemulihan penyakit saat di rumah
(sumber : Smeltzer and Bare 2001).